1. Puisi Pertama
Senyum indah menghiasi wajahnya ketika ku tatap wajahnya
Hilang dahagaku yang haus akan ilmu
Dia mengisi dengan kesabarannya
Tak pernah kulihat ia mengerutkan wajahnya karena memang disengaja
Kecuali bila ku salah
itu pun tetap dirangkai dengan senyumnya
Dan membuatku percaya
Seolah ia mengatakan “Semoga aku bisa lebih baik dan tak salah lagi!”
Betapa kucintai dia
Layaknya cintaku pada ibu dan ayahku
Dia guruku!
Guru yang ku sayang!
Tak pernah terpikir olehku untuk menyakiti hatinya
Apalagi kecewa atau marah padaku
Layaknya para guru lain yang gila akan kehormatan
Kehormatan yang selalu mereka agungkan tanpa berpikir “apa salahku?”
Apa karena aku terlihat sama dengan pembuat ulah?
Guruku itu memang beda!
Tetap dia yang kusayang walau ada banyak guru dalam hidupku
Dia yang kuharap selalu ada
Dia yang mengajariku sesuatu
Inspirasiku tak luput dari perangainya
Sabar dan bertanggung jawab
Yang tak hanya mengajar dikelas
Di luar pun ia lakukan
Yang mengajariku betapa penting untuk mencintai sesuatu
Sesuatu yang akan membuka jalan terang dalam hidup
Serius dan konsentrasi pada apa yang telah kita pilih
Bertanggung jawab pada pilihan
Itulah ajarannya padaku
Ajaran seorang guru yang paling
(Karya: Zack
jakarta, DKI Jakarta)
jakarta, DKI Jakarta)
2. Puisi Kedua
guru, ajarkan aku menangis yang panjang,seperti sungai panjang tak henti-henti sembahyang sampai di lautnya,sampai segala gemuruh adalah pesona dari yang paling ibu
jika sekiranya aku ini murid yang durjana lagi celaka,biarkan hidup kemewahan menjadi sombong bagi tubuhku,aku akan belajar sengsara kepadamu dengan menimbang-nimbang kekalahansampai tubuhku jadi kelelawar: mencari buah-buah keberuntungandan aku kini terbenam dalam iramanya paling gurindam
kapan pun musim dan cuaca tiba di rambutku akan kusebut sebagai sahabatku
yang menerima pelajaran darimu yang hakekat cinta
aku tak sanggup menakar ilmu darimu, sebab aku tahu kadar nilainya
aku setetes saja di lautmu sampai badai berlalu. dan aku dikutuk rindu ingin kembali padamu